"PMII (Insan Ulul Albab) : Berfikir Ilmiah, Berilmu Amaliah, Beramal Illahiah"
sumber gambar: https://pcpmiipurwokerto.wordpress.com
Sering kita mendengar istilah ulul albab di dalam PMII, baik ketika berdiskusi, membaca, ataupun mendengarkan penuturan pembicara. Namun banyak juga yang kurang begitu paham apa makna dari istilah tersebut, padahal ulul albab itu sendiri juga termaktub dalam Anggaran Dasar PMII BAB IV Tujuan dan Usaha, Pasal 6 Usaha poin ke-2 yaitu: 'Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta mewujudkan pribadi insan ulul albab'.
Jadi, apakah arti ulul albab itu?
'Ulul Albab' disebutkan dalam al Quran sebanyak 16 kali. Ulul albab dengan dhammah atau 'di depan' disebut tujuh kali yaitu dalam surat Al-baqarah:269, Ali Imran:7, Ar-ra’du:19, Ibrahim:52, Al-zumar:9&18, dan Shad: 29. Manakala ulil albab dengan fathah atau 'di atas' disebut sebanyak empat kali yaitu dalam surat Al-baqarah:179&197, Al-maidah:100, dan At-thalaq:10. Dan dengan kasrah atau 'di bawah' disebut lima kali yaitu dalam surah Ali imran:190, Yusuf:111, Shad:43, Al-Zumar:21, dan Al-mu’min:54. Dalam terjemahan ayat-ayat tersebut Ulul Albab artinya orang-orang yang berakal budi dan berpikir, yaitu kelompok manusia yang menjadikan kisah silam sebagai pengajaran dan iktibar untuk memperbaiki diri dan meningkatkan taraf kehidupan supaya mereka mencapai kejayaan dengan petunjuk Ilahi.
Sebagai kader ulul albab di dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Maka setiap hari harus senantiasa memperbaiki diri dalam rangka pembentukan pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah Swt., berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab mengamalkan ilmunya, dan berkomitmen memperjuangkan nilai-nilai kemerdekaan Indonesia. Selalu memperbaiki diri secara kontinyu dan istikomah (improvisasi diri) adalah kewajiban seluruh kader, sehingga apa yang telah dijadikan sebagai tujuan mulia PMII nantinya bisa tercapai secara nyata.
Perlunya memperbaiki mental berani berfikir kritis, bertindak transformatif serta berpartisipasi aktif dalam kontribusi terhadap lingkungan sosial harus segera kita genjot lebih keras lagi. Salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan prinsip berfikir ilmiah, berilmu amaliah, dan beramal illahiah. Mari kita bedah satu persatu dari ketiga prinsip tersebut.
Berfikir Ilmiah
Sebagai mahasiswa yang merupakan salah satu elemen akademis formal dalam kancah pendidikan, maka sekiranya harus bisa berfikir secara ilmiah. Maksudnya, berarti kita harus membiasakan diri untuk berfikir secara radikal (mengakar), universal (menyeluruh) dan utuh, sekaligus bisa menyampaikan (mentranformasikan) pemikiran kita secara gamblang dan detail, sehingga bisa masuk akal ketika pemikiran ditangkap oleh oranglain, serta kita bisa mempertanggungjawabkannya dengan cara pembuktian empiris melalui teori-teori yang mendukung pemikiran kita.
Sebagai contoh, ketika kita ingin meyakinkan bahwa Al-Qur'an adalah sumber segala ilmu pengetahuan. Maka kita harus bisa menjelaskannya secara ilmiah, dengan cara mengaitkan pembuktian-pembuktian ilmiah (sains) yang telah diteliti dengan ayat-ayat yang menjelaskannya di dalam Al-Qur'an. Sehingga orang di luar islam pun bisa memahami dan mempercayai bahwasannya Al-Qur'an memanglah patut untuk dijadikan pedoman hidup manusia.
Berilmu Amaliah
Ilmu yang tidak diamalkan berarti merupakan kesia-siaan, sedangkan amal yang tanpa dilandasi ilmu akan ditolak oleh Allah. Contoh kesia-siaan ilmu yang tidak diamalkan adalah apabila kita telah tahu bagaimana cara shalat beserta syarat rukunnya tetapi enggan melaksanakan shalat sebagaimana keseharusannya, berarti yang kita dapatkan hanyalah dosa -serta sia-sialah ilmu yang telah kita dapatkan. Sedangkan contoh ditolaknya amal tanpa landasan ilmu semisal kita melakukan shalat tetapi tidak tahu ilmu serta syarat rukunnya shalat, maka gerakan jungkir balik kita akan ditolak sebagai ibadah shalat oleh Allah -kalau ibadah niat hanya Allah yang tahu. Maka dari itu, ketika kita mempunyai ilmu hendaknya punyailah ilmu yang bisa diamalkan secara nyata, bisa dilakukan untuk menjadi ladang ibadah bagi diri kita.
Beramal Illahiah
Segala perbuatan (amal) apabila tujuannya bukan mencari atau mendapatkan ridho oleh Allah Swt. Perlu diluruskan kembali, jangan-jangan amalnya hanya bertujuan untuk ujub, riya ataupun sombong kepada manusia lainnya. Adanya amal yang berlandaskan hanya untuk ibadah kepada Allah akan membuat apapun yang kita lakukan -baik dalam pengembangan diri menuju perjuangan islam rahmatan lil'alamin maupun perjuangan dalam bela bangsa NKRI harga mati- sebagai ladang pahala, sehingga tiada kesia-siaan apapun yang dilakukan oleh kita sebagai kader pergerakan mahasiswa islam Indonesia.
Selaras dengan konsep kader ulul albab di atas, ada beberapa konsep lain dari penerjemahan yang dilakukan oleh beberapa tokoh PMII di Wonosobo. Seperti yang seringkali disampaikan oleh Sahabat Ali Nazilatul Furqan (Mantan Ketua Umum PMII Cabang Wonosobo) bahwasannya pengamalan dan ciri-ciri kader ulul albab adalah 'berfikir radikal, bersikap moderat, selalu mengupayakan tindakan kesalehan kolektif.'
Kita bahas juga satu persatu konsep kader ulul albab-nya Sahabat Ali menurut tafsiran penulis;
Berfikir Radikal
Berfikir radikal berarti berfikir secara mengakar (radicting), mendalam (deeping), menyeluruh (detail) dan sistematis dalam menganalisa suatu hal atau permasalahan. Berfikir radikal berarti menganalisa suatu hal dengan pandangan esensial dan bertujuan mengetahui hakikat suatu makna permasalahan. Maka yang dimaksud mendalam atau radikal ialah berpikir tentang sesuatu yang tidak empiris, misalnya tentang Tuhan, tentang adil, berani, penakut, makmur, atau tentang hukum yang mengatur jeruk selalu berbuah jeruk. (Ahmad Tafsir, 'Filsafat Umum' Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003 hal.18).
Yang dimaksud dengan penerapan berfikir radikal ini berarti sebelum melakukan sesuatu haruslah mengetahui dan mempunyai tujuan yang jelas, terarah dan bermakna. Sedangkan ketika diterapkan dalam suatu pemecahan permasalahan, maka haruslah dibedah hingga akar-akar mengapa permasalahan itu bisa terjadi, sehingga solusi yang didapatkan bisa mengatasi masalah itu dengan tuntas.
Bersikap Moderat
Bersikap moderat atau dalam Aswaja NU disebut 'tawasuth' artinya sikap mengambil jalan tengah demi tujuan yang lurus menuju rahmat Allah. Tawasuth berasal dari kata 'wasith' yang artinya pertengahan, sikap moderat ini berdasar pada Al-Qur'an yang artinya: “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan yang (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu sekalian ....”(QS. Al-Baqarah : 143)
Dalam Majmū’ Fatāwā wa Maqālāt Mutanawwi’ah Juz 5, ada sebuah hadis yang menganjurkan kita untuk selalu bersikap moderat, tidak fanatik buta, ekstrim kanan (agamis) maupun ekstrim kiri (nasionalis/liberal) yaitu: “Jauhilah oleh kalian sikap ekstrim dalam beragama karena sesungguhnya penyebab kebinasaan umat-umat sebelum kalian adalah sikap ekstrim dalam beragama.” (HR. Ahmad dan sebagian penyusun kitab Sunan dengan sanad ḥasan).
Selalu Mengupayakan Kesalehan Kolektif
Kesalehan Kolektif atau Kesalehan Sosial menunjuk pada perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Bersikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat konsen terhadap masalah-masalah ummat, memperhatikan dan menghargai hak sesama; mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya. Kesalehan sosial dengan demikian adalah suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, puasa, haji melainkan juga ditandai oleh seberapa besar seseorang memiliki kepekaan sosial dan berbuat kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya. Sehingga orang merasa nyaman, damai, dan tentram berinteraksi dan bekerjasama dan bergaul dengannya. Selain itu, dalam al-Quran kita jumpai fungsi manusia itu bersifat ganda, bukan hanya sebagai abdi Allah tetapi juga sebagai khalifatullah. Khalifatullah berarti memegang amanah untuk memelihara, memanfaatkan, melestarikan dan memakmurkan alam semesta ini, karena itu mengandung makna hablum minan nas wa Hablum minal alam.
Dr. Komarudin Hidayat, Rektor UIN Jakarta, punya tamsil tentang ini. Dia mengibaratkan simbol keagamaan seperti shalat, puasa, haji, zakat dan ibadah lainnya sebagai sangkar burung, sementara esensi simbol dan ibadah itu sendiri sebagai burungnya. Mana sesungguhnya yang lebih penting, burung itu sendiri atau sangkarnya? Saat ini, menurutnya, kita lebih senang mengelus-elus sangkarnya ketimbang memikirkan burungnya. Karena keenakan ngurusi sangkarnya, kita pun lupa isinya.
Oleh karena itu, kesalehan kolektif sangat penting untuk kita upayakan -terlebih bagi kita sesama kader PMII- sebagai wujud kepedulian kita terhadap sesama, kita harus memiliki prinsip kolektif jiwa korsa 'Tiji Tibeh : mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh' (sengsara satu sengsara semua, sukses satu sukses semua). Dalam pengamalan kesalehan kolektif juga berarti kita mengamalkan perintah Allah dalam surat Al-Asr yaitu 'saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran'.
Begitulah, kita menyadari bersama bahwa di dalam PMII memang selalu mengupayakan tujuan menjadi pribadi ulul albab. Demikian beruntungnya apabila kita bisa menjadi orang yang mempunyai akalbudi untuk berfikir bagaimana kita bisa mengupayakan kebermanfaatan diri bagi masyarakat, bagi Indonesia dan bagi dunia. Apabila uapaya berfikir ilmiah, berilmu amaliah dan beramal illahiah bisa kita lakukan dengan konsisten, serta berfikir radikal, bersikap moderat dan bertindak mengupayakan kesalehan kolektif kita amalkan, maka kader PMII akan menjadi lebih berkualitas dan bisa memberikan kebermanfaatan yang lebih bagi Islam dan Indonesia serta seluruh alam semesta.
Pada akhirnya, pribadi Ulul Albab dalam perspektif PMII adalah 'seseorang yang selalu haus akan ilmu, dengan senantiasa berdzikir kepada Allah Swt., berkesadaran historis primordial atas relasi Tuhan-manusia-alam, berjiwa optimis transendental sebagai kemampuan untuk mengatasi masalah kehidupan, berpikir dialektis, bersikap kritis dan bertindak transformatif.' (Penjelasan Anggaran Dasar pasal 5, Buku Konstitusi : Peraturan Organisasi PMII). Yang kemudian disarikan dalam Trilogi PMII: 'Tri Motto'; Dzikir, Fikir, Amal Soleh. 'Tri Khidmat'; Taqwa, Intelektual, Profesional. 'Tri Komitmen'; Kebenaran, Kejujuran, Keadilan.
"Barang siapa tidak banyak membekali ilmu di kepalanya, maka ia akan membutakan mata, menulikan telinga, dan membisukan mulutnya sendiri. Dan barang siapa tidak banyak memberikan amal di hatinya, maka ia akan memusnahkan mata, membinasakan telinga, dan melenyapkan mulutnya sendiri meskipun ia masih bisa melihat, mendengar dan berbicara."
(Soe Har Jie).
Maju! Ayo maju! Ayo terus maju! Ksatria Ulul Albab PMII, Pusaka Hati Persada Negeri!
Bangsa yang Jaya, Islam yang Benar, Tangan Terkepal dan Maju ke Muka. Salam Pergerakan!!!
Keren.
ReplyDelete