MAKALAH SEJARAH POLITIK INDONESIA : MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA


I.                   PROKLAMASIKEMERDEKAAN INDONESIA

Sumber Gambar : Kumparan.com

Kabar kekalahan Jepang atas Sekutu mula-mula diketahui oleh Sutan Syahrir lewat berita di radio BBC (British Broadcasting Corporation). Oleh Sutan Syahrir, berita tersebut disebarluaskan kepada rakyat Indonesia, termasuk kepada para pemuda. Pada tanggal 15 Agustus 1945, dengan bertempat di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 13 Jakarta, para pemuda yang dipimpin oleh Chaerul Saleh pun segera mengadakan rapat guna mengambil langkah-langkah serta keputusan untuk bertekad segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.[1] Inilah yang menjadi cikal bakal terjadinya peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi sampai detik proklamasi dibacakan adalah sebagai berikut:
a.       Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok; peristiwa pengamanan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta oleh para pemuda agar mereka tidak dipengaruhi oleh Jepang. Yang bertugas dalam kegiatan ini adalah Shudanco Singgih dan Sukarni.

b.      Proses Perumusan Teks Proklamasi; proses perumusan proklamasi ini bertempat di rumah Laksamana Tadashi Maeda. Yang bertugas mengetik naskah proklamasi kali ini adalah Sayuti Melik.
c.       Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; Pada hari Jum’at Legi, tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10:00, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya.[2]



Sehari sesudah Indonesia merdeka, seluruh anggota PPKI mengadakan rapat di Pejambon. Hasil keputusan yang paling penting adalah mengesahkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan memilih Soekarno sebagai Presiden Indonesia dengan Muhammad Hatta sebagai wakilnya. Pemerintah militer Jepang, yangkonsentrasinya berpusat di Tokyo, bersikap netral. Meski sedikit keberatan dengan tindakan para anggota PPKI, namun panglima tentara Jepang di Jakarta membiarkan saja anggota PPKI menyelenggarakan rapat dan membuat keputusan signifikan.[3]

Rapat PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan untuk mengganti PPKI menjadi Komite Nasional Indonesia (KNI). Juga diresmikan pembagian provinsi di Indonesia. Ada delapan provinsi yang dibentuk, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulaawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Setiap provinsi dipimpin oleh seorang gubernur. Tiga hari kemudian, KNI diganti menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Berbarengan dengan penentuan daftar anggota KNIP, muncul aspirasi untuk membuat sebuah partai tunggal yang berafiliasi langsung dengan negara. Partai yang didirikan adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan Sukarno sebagai ketua.[4] PNI ini sebenarnya sudah ada pada 4 Juli 1927 di Hindia Belanda.[5] Pendirinya adalah Mr. Iskak Tjokroadisoerjo, Mr. Soenario, Boediarto, Dr Samsi Sastrowidagdo, Mr Sartono, J. Tilar, Ir. Anwari, Soedjadi bersama Ir. Soekarno. Beberapa di antara pendiri tersebut adalah anggota Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda yang telah pulang ke tanah air.[6]

Pada tanggal 5 September 1945, Kabinet I Republik Indonesia berhasil disusun. Sebagai pembantu presiden memimpin bangsa dan agar roda pemerintahan nasional dapat dijalankan secara efektif. Dilanjutkan dengan pembentukan Aparat Keamanan Negara, diawali terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), lalu Tentara Republik Indonesia (TRI), terbentuk pula TRI angkatan udara, TRI angkatan laut. Setelah beberapa tahun kemudian diganti menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga sekarang. Selain tentara, Indonesia juga membentuk Kepolisian Negara Republik Indonesia.[7]



Indonesia pada masa awal kemerdekaan sering bergonta-ganti sitem pemerintahan. Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, kedudukan presiden dan parlemen (DPR) sama kuat, artinya antara keduanya tidak dapat saling menjatuhkan. Selain itu kedudukan presiden selain sebagai kepala negara adalah juga kepala eksekutif. Sedangkan dalam negara yang menganut sistem parlementer, DPR atau parlemen dapat menjatuhkan pemerintah dan pemerintah dapat membubarkan parlemen.sementara kedudukan presiden hanya sebagai kepala negara.[8]

Dalam praktek khususnya periode pertama berlakunya UUD 1945 (tahun 1945 sampai 1949), sitem presidensial hanya berlangsung singkat yakni 2 September s/d 11 November 1945 berganti menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal ini terjadi disebabkan presiden menyetujui Badan Pekerja KNIP agar menteri-menteri bertanggungjawab kepada Parlemen (dalam hal ini KNIP). Sejak itu sistem parlementer terus berlangsung dan kabinet parlementer silih berganti hingga memasuki dan melewati Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan baru berhenti ketika UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Setelah Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 10 Juli 1959 maka dibentuklah kabinet presidensial hingga saat ini.



-          El-Ibrahim, Muh. Nur. 2007. Indonesia Masa Lalu (dari zaman prasejarah hingga zaman reformasi). Surakarta: Penerbit Mediatama
-          Piliang, Indra J., Edi Prasetyono, Hadi Soesastro. 2002. Merumuskan Kembali Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies
-          Satrosatomo, Subadio. 1987. Perjuangan Revolusi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
-          Silalahi, S. 2001. Dasar-dasar Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
-          Soebardjo, Achmad. 1978. Kesadaran Nasional. Jakarta: Gunung Agung
-          Sularto, St., D. Rini Yunarti. 2010. Konflik di Balik Proklamasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
-          Zara, M. Yuanda. 2009. Peristiwa 3 Juli 1946. Yogyakarta: PT. Buku Kita


Nama             : Ilkhas Suharji (klik untuk melihat profil instagram)
NIM               : 2018250XXX
Prodi              : Ilmu Politik
Mata Kuliah   : Sejarah Politik Indonesia
Semester        : I (Satu) UNSIQ
Tahun             : 2018





[1] Muh. Nur El-Ibrahim, Indonesia Masa Lalu (dari zaman prasejarah hingga zaman reformasi) (Surakarta: Penerbit Mediatama, 2007), hal.72
[2] St. Sularto dan D. Rini Yunarti, Konflik di Balik Proklamasi (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), hal.58
[3] Subadio Sastrosatomo, Perjuangan Revolusi (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987), hal.30
[4] M. Yuanda Zara, Peristiwa 3 Juli 1946 (Yogyakarta: PT. Buku Kita, 2009), hal.18-19
[5] S. Silalahi, M.A., Dasar-dasar Indonesia Merdeka (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal.230
[6] Achmad Soebardjo, Kesadaran Nasional (Jakarta: Gunung Agung, 1978), hal.130-133
[7] Muh. Nur El-Ibrahim................. hal.76-79
[8] Indra J. Piliang, Edi Prasetyono, Hadi Soesastro, Merumuskan Kembali Kebangsaan Indonesia (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 2002), hal.109

Comments

Popular posts from this blog

LEGENDA GUNUNG SINDORO SUMBING WONOSOBO