"PMII Sebagai Poros Gerakan Mahasiswa Aktif Progresif"


sumber gambar: https://sahabatnewsonline.wordpress.com


Kemunduran gerakan mahasiswa paska berakhirnya rezim baru semakin menukik tajam. Terlebih lagi dengan berkurangnya peran mahasiswa dalam mengawal setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah era orde biru (zaman SBY) semakin kentara. Maraknya generasi apatis yang cenderung tak acuh terhadap permasalahan sosial menjadi permasalahan bagi mahasiswa itu sendiri. Permasalahan tersebut hendaknya sebisa mungkin segera diupayakan solusi untuk menyelesaikannya, karena jika dibiarkan saja bisa jadi akan segera menggerus mental berani berfikir kritis dan transformatif di dalam jiwa mahasiswa. Ketika mental mahasiswa sudah sedemikian pengecutnya, maka bukan tidak mungkin masa depan Indonesia akan semakin mengelam.



Di Wonosobo sendiri, peran mahasiswa dalam mengawal kasus dan isu strategis pemerintah daerah terasa semakin berkurang. Terakhir kita bisa merasakannya disaat kita mengawal kebijakan tempat hiburan malam, akan tetapi itu sudah begitu lama bagi kita untuk kembali mengikuti update kondisi kepemerintahan daerah, terlebih lagi dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati baru di Wonosobo ini, seharusnya kita bisa mengawalnya secara lebih intens daripada periode sebelumnya. Sebagai contoh, apakah kita akan diam saja ketika kita mengetahui adanya kebijakan Rancangan Perbelanjaan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang terbukti salah kaprah -bahkan menurut data yang sempat beredar ternyata RPJMD kabupaten kita mencontek RPJMD kabupaten tetangga. Belum lagi kasus mangkraknya pembangunan kembali pasar induk, pelayanan kesehatan di RSUD, kebijakan pendirian pasar modern, kebijakan mengenai gaji guru honorer, serta isu strategis lainnya yang malah sama sekali belum kita sentuh. Apakah kita sebagai warga pergerakan akan diam saja melihat fenomena yang terjadi pada masyarakat sedemikian carut marutnya? Ataukah kita juga akan seperti mahasiswa apatis yang egois hanya memikirkan dirinya sendiri?



Tidak! Kita sebagai mahasiswa pergerakan, tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Sebagai kader dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang selalu digembleng dengan tempaan pembangunan mental pemberani, bertanggungjawab dan peka terhadap lingkungan masyarakat, membiarkan kemunduran seperti itu berarti mengingkari sumpah tridharma perguruan tinggi. Yang menjunjung tinggi penggalian wawasan berpendidikan, penelitian mengenai potensi kearifan masyarakat, dan pengabdian sepenuhnya dari diri pribadi terhadap kondisi sosial.



Lalu, apa yang akan kita lakukan?



Setiap kita sebagai kader boleh menjawabnya secara pribadi, namun perlu kita kumpulkan beberapa ide atau pemikiran solutif atas permasalahan tersebut. Melalui diskusi yang telah dilakukan oleh beberapa pengurus Komisariat, ada beberapa jawaban yang bisa diupayakan, namun tetap ada pembatasan karena ruang lingkup keorganisasian kita adalah kemahasiswaan atau berarti lingkup kampus universitas, untuk urusan lingkup kabupaten hanya bisa memberikan fungsi advokasi dan pengawalan saja.



Oleh sebab itu, solusi atas permasalahan di atas haruslah sistematis dan memperlukan waktu yang tidak sebentar (ujug-ujug). Pembangunan basis mahasiswa aktif progresif merupakan salah satu jawaban atas problematika mahasiswa, yang nantinya akan menjawab serta mengamalkan 'Tridharma Perguruan Tinggi', yakni; Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian.



Basis Mahasiswa Aktif Progresif artinya bisa memposisikan diri (bersikap profesional) dalam menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa, kaum pergerakan, dan insan sosial. Mari kita bahas satu demi satu posisi Mahasiswa Aktif Progresif tersebut;



Sebagai Mahasiswa



Kewajiban utama kita sebagai mahasiswa adalah belajar, memperkaya perbendaharaan intelektual sebanyak-banyaknya, memberikan inspirasi akademis bagi pelajar di bawahnya, berprestasi dalam akademik, dan minimal bisa menjaga Indeks Prestasi (IP) di atas 3,00. Dalam upaya menempa diri di kancah intelektual, maka bisa disiasati dengan melakukan berbagai kegiatan yang menunjang pembelajaran, seperti: Mengikuti perkuliahan dengan batas minimal 75 prosen dari seluruh pertemuan dengan dosen; Membuat kelompok-kelompok diskusi fakultatif; Mengerjakan tugas sesegera dan sebaik mungkin (diharamkan hanya copypaste makalah di internet); dan beberapa kegiatan penunjang akademis lainnya, sehingga nantinya sebagai mahasiswa aktif progresif bisa membuat bangga (memuliakan) orangtua saat prosesi wisuda menjadi wisudawan/wati terbaik.



Sebagai Kaum Pergerakan



Mahasiswa Aktif Progresif (MAP) tidak hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak hanya berfokus pada satu bidang akademis saja dan melupakan peran lainnya. Karena MAP akan selalu mencari keilmuan lain yang tidak hanya di dapatkan dalam kegiatan belajar di dalam kelas dan kampus saja. Ia akan mencari sumber keilmuan lainnya, yaitu masuk aktif dalam organisasi pergerakan (dalam hal ini adalah PMII yang akan menyediakan proses pembelajaran luar kampus bagi MAP). MAP hendaknya bisa selalu mengikuti proses pengkaderan formal mulai dari MAPABA-masa penerimaan anggota baru, PKD-pelatihan kader dasar, PKL-pelatihan kader lanjut, dan PKN-pelatihan kader nasional. MAP juga harus intens mengikuti pembelajaran informal yang diselenggarakan oleh PMII dalam bentuk pelatihan-pelatihan maupun sekolah-sekolah yang menunjang disiplin ilmu bagi kader pergerakan, semisal Sekolah Bahasa Inggris, Sekolah Kepenulisan Ilmiah, Sekolah Aswaja, Sekolah Paradigma, Sekolah Jurnalistik, Sekolah Kader Putri dan lain sebagainya. Serta MAP hendaknya tetap mengikuti pengkaderan nonformal dalam hal ini bersifat momental ataupun rutinan, seperti diskusi, ziarah, ataupun silaturahmi. Jika MAP bisa mengikuti proses pembelajaran dalam PMII secara intens, bukan tidak mungkin ia akan menjadi mahasiswa yang mempunyai skill di atas rata-rata mahasiswa lainnya. Dan perlu kita ketahui bersama bahwa terlibat dalam pergerakan berarti menjadi sadar, bahkan bagi mereka yang lahir pada 1885-1915 kehormatan tertinggi adalah menjadi orang pergerakan. (Dikutip dari buku karya Nirwan Dewanto, dengan judul 'Senjakala Kebudayaan' terbitan Bentang Pustaka, 1996, halaman 16).



Sebagai Insan Sosial

Mahasiswa Aktif Progresif tidak membatasi diri untuk bergaul kepada siapapun. 'Seribu kawan sangatlah sedikit sedangkan satu lawan sangatlah banyak' adalah prinsip MAP dalam menjalin persaudaraan bagi sesama. MAP akan mencari koneksi maupun relasi sebanyak-banyaknya, tidak hanya bergaul dengan sesama warga pergerakan dan tidak peduli dengan mahasiswa lainnya. Tidak! MAP selalu mengupayakan kemanfaatan dirinya bagi sebanyak mungkin manusia dan alam, MAP tidak membatasi diri dalam berteman (meski ada skala prioritas dalam berteman). Dengan bersikap baik dan selalu mengupayakan memberikan manfaat baik bagi mahasiswa lain, maka MAP akan diterima di manapun ia berada, bahkan MAP dimungkinkan bisa menginspirasi dan menarik mahasiswa lain untuk ikut menjadi Mahasiswa yang Aktif dan Progresif seperti dirinya. Selain itu sebagai mahluk sosial maka tidak hanya dalam kalangan mahasiswa saja keilmuan MAP ditranformasikan, ada banyak lingkup lainnya, terutama dalam lingkup kemasyarakatan secara langsung. MAP diharapkan bisa berperan dalam kegiatan sosial seperti Pembinaan Anak Jalanan, Pengawalan Kebijakan Publik, Advokasi Desa dan lain sebagainya. Di sinilah akan tertanam jiwa empati dan peka sosial yang sangat dibutuhkan bagi Umat Islam dan Bangsa Indonesia.

Dengan memerankan diri dan prosfesional dalam menjalankan ketiga peran tersebut, maka MAP akan menjadi insan ulul albab (insan yang selalu haus akan ilmu dan bisa mentranformasikan keilmuannya demi kemanfaatan seluruh umat). Dengan adanya MAP yang sesuai dengan Tri Sukses PMII (Sukses Kuliah, Sukses Organisasi dan Sukses Pergaulan) maka dalam kurun waktu mendatang, PMII sebagai poros gerakan Mahasiswa Aktif Progresif bisa dengan mudah melakukan Pendampingan Masyarakat menuju Insan Madani yang sesuai dengan mars UNSIQ, Baldatun Toyibatun Warobbul Ghofur. Sehingga pada puncaknya nanti Mahasiswa Aktif Progresif yang telah berproses di PMII akan mempunyai peran istimewa yakni menjadi Legislator of the World.

Akhir penyampaian namun bukan yang terakhir, penulis sekali lagi mengingatkan bahwa 'Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling banyak bermanfaat bagi manusia lain dan alam semesta.'

"Teruslah bergerak wahai kaum pergerakan! Di tanganmu lah nasib suatu bangsa, dan di kakimu lah arah gerak suatu bangsa."

Inilah kami wahai Indonesia, satu barisan dan satu cita, satu angkatan dan satu jiwa. Salam Pergerakan!!!



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

LEGENDA GUNUNG SINDORO SUMBING WONOSOBO

MAKALAH SEJARAH POLITIK INDONESIA : MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA